Track Terpanjang : Argopuro (Part 1)
Cerita Nge-Gembel Asik
di Gunung Part 1
Sebenernya ini adalah segumpal
dongeng yang nggak lebih dari sekedar curhatan ketika nggembel di gunung
beberapa bulan lalu. Sebut saja dia Argopuro, cari namanya di beberapa mesin
pencarian internet, pastilah akan kamu temui kata kata “trek terpanjang
se-Jawa”. Iya iya aku tau, aku bukan maksud ada pamer mau nulis cerita semacam
gini, cuman rasanya hatiku gatel sekali nggak ngebocorin keindahan alam semesta
ini padamu. Hari ini, kemarin dan kemarinnya aku habis baca novelnya ayah Pidi
Baiq, sebut saja Dilan, seorang makhluk yang ayah Pidi ciptakan barangkali
untuk membuat seluruh umat wanita menginginkannya, mengeluh-eluhkannya, jujur
saja akupun begitu. Kamu baca sendiri aja, karena kalau aku yang cerita nanti
aku bisa dibayar ayah karena edors tak resmi, kan asik jadinya. Ayah maafkan
aku pinjem sedikit gaya penulisan milik Dilan.
Kini kita fokus saja kepada alam
semesta yang sudah kujanjikan untuk kuceritakan semenjak bulan bulan yang lalu
tapi tak kunjung ada kemauan menulisnya. Sudah kamu cari Argopuro? Barangkali
sudah banyak cerita yang mendongengkan Gunung yang satu itu. Memang dia Gunung
dengan trek terpanjang se-Jawa. Aku tak habis pikir siapa yang udah ngukur trek
tersebut pertama kali. Kalau semeru aja tingginya 3676 mdpl, kamu bisa tebak
Gunung ini tingginya berapa? Iyasih cari lagi di mesin internet udah banyak,
jadinya nggak usah di dongengin lagi. Begitu pula dengan cerita lain yang udah
udah. Aku nggak bakal ngasih tau lagi atau cerita lagi, biar apa? biar aku
nggak capek J
Kalau kamu ambil jalan dari Bremi
(daerah ini terletak di Probolinggo) maka kamu akan ketemu gapura warna kuning
dengan tulisan yang menonjol, kayanya sengaja dibuat begitu, karena yang
menonjol sering diingat katanya, Tulisannya maksudku, bukan yang lain. “SELAMAT
DATANG DI TAMAN HIDUP”, yang jomblo jangan baper dan jangan pernah menyebutnya
“TEMAN HIDUP”, karena tulisan itu mungkin udah di tasyakuri jauh jauh hari,
jadi jangan demo untuk merubahnya jadi teman hidup kalian. Begitu udah disambut
gapura hits tersebut, maka yakinlah kalau kamu akan segera capek karena trek
yang di lalui bukan lagi aspal atau jalan lebar selebar dahi kamu. Kamu ketemu
rumah-rumah orang beserta orangnya, ketemu sawah, dan tentu saja ketemu
pohon-pohon tinggi yang hijau , rimbun, seger sekali rasanya. Kamu tau kenapa
orang lebih suka nanyain “kenapa kamu suka naik gunung?” ketimbang buat
pernyataan “aku ikut naik gunung” mungkin jawabannya karena mereka nggak pernah
di beri dongeng tentang bau-bauan alam yang beda sama bau-bauan gedung kota
beserta nafas kehidupan kota, atau mereka jarang sekali mendengar betapa
dinginnya hawa gunung itu beda dengan dingin AC dimana mana, atau lagi karena
akunya yang salah nggak pernah bisa ngegambarin kenapa gunung itu selalu
menarik, jauh lebih menarik dari hanya sekedar nggak jomblo lagi, jauh. Mau
bagaimanapun itu adalah subjektif, kalau kata bu Tika dosen mmik, artinya
pandanganku dan pandanganmu adalah berbeda. Maka maklumilah. Batu kasar,
bentuknya besar, licin, ah aku mah nggak pernah berbakat menggambarkan suasana
yang barang kali itu ‘real’, hanya saja kulakukan semata-mata biar kamu mencari
sendiri kebenarannya dengan ikut bersamaku lain kali. (baca : nyari temen daki
sebenernya. Haha)
Sekitar bermeter meter kamu akan
ketemu jalan tanjakan yang makin lama nanjaknya makin nggak beraturan. Cuma,
tanjakan-tanjakan yang aku lewati selama ini semata nggak berasa nanjak karena
aku punya teman yang benar-benar bisa mengajakku untuk terus berjalan dan
berproses. Kali ini kusebut mereka 3 suami temen di bumi argopuro. Aku
nggak murka, tapi salahkan mereka yang hanya mengijinkan aku ikut, sementara
populasi wanita di dunia ini lebih banyak daripada mereka. Berempat seperti
barisan boyband kami menyusuri hutan tropis milik argopuro, banyak
bunyi-bunyian burung, banyak angin-angin yang lewat, dan tentu saja banyak
cowok ganteng yang ‘kintil’ lewat
juga. Kamu tau hutan di Game Tarzan, jangan jauh jauh ngebayangin hutan yang
lain, karena hutan yang seperti itu udah pas buat di taruh di imajinasi yang
kamu buat. Hutan di filmnya ‘King Kong’? jangan kufikir itu terlalu horror,
apalagi hutan milik film ‘Jurasic Park’, haha jangan dibayangin, ntar kamu
jatuh cinta sama dinosaurus.
Setelah melewati hutan macam itu
akhirnya sampailah kita di taman hidup. Taman surganya gunung argopuro, katanya
sih begitu. Berangkat dari jam 10, baru mendekati taman ini sekitar jam 1,
mungkin buatku lumayan lama, nggak tau buat Tarzan. Begitu kaki udah menginjak
rumput basah taman hidup, tubuh rasanya seolah pengen cepet cepet rebahan di
situ langsung, sayang hari hujan membuat sekitaran taman itu waktu itu penuh
dengan susu coklat rasa hambar lumpur yang becek. Langsung kami bergegas
mendirikan tenda mengingat waktu ashar dan malam sebentar lagi menyapa. Dengan
dibumbui cekikikan dan ngomong ngalor-ngidul
yang nggak karu-karuan, akhirnya tenda beserta santapan makan sore kami sudah
siap. Makan bersama adalah adat yang nggak mungkin dilewatkan begitu saja saat
naik gunung. Bisa dibilang meski temen-temenku maunya makan enak digunung,
mereka tetep ngintilin mie instan dibarengi endok
enak empuk. Seperti halnya masalah BAB, meski tau dia akan datang setelah kita
makan, tetep aja makan nggak bisa ditinggalin. Aku jadi inget ada temenku yang
nanya “Gimana kalau BAB di gunung? Pipis di gunung? Kan kita nih cewe?” spontan
sebenernya aku ngakak. Dulu atau sekarang meski aku bukan bocah yang punya ilmu
survive di alam anak gunung, aku pun tau kalau pipis dan kawan-kawannya
hanya dilakukan dengan jongkok dan selesai, lalu apa masalahnya :D Kata ayah
pidi (lagi) ‘masalah adalah apa yang kamu anggap masalah’. Jadi kalau kamu
jijik mau mengganti air dengan tisu basah kukira itu masalahmu, bukan masalahku
hahah. Kalau aku nggak jijik, jadi karna menurutku di tisu basah itu ada airnya
meskipun dikit, kalo nggak ada airnya juga namanya bukan tisu basah. Kamu
tinggal nyari tempat yang banyak semak belukar aja, dan nyari temen buat
nganter juga, kan ngga mungkin sendirian, ntar takut, kan wanita ditakdirkan
seperti itu, jangan sok kuat-katanya
laki-laki.
Malam adalah saat yang tepat
untuk kami melaksanakan agenda tidur, dan menurutku kalau kamu berfikiran
aneh-aneh maka kamu nggak akan bisa tidur, tidur bareng cowok misalnya. Orang
banyak tau luar dan ceritanya doang, padahal setenda bareng cowok juga
aman-aman aja, kan pake SB masing-masing. Kamu harus tau bahwa naik gunung
harus berfikiran positif terus.
Setelah melaksanakan subuhan,
kami berencana bersih-bersih dan melanjutkan jalan lagi. Percayalah cerita ini
panjang. Aku nggak tau padahal udah aku singkat. Dengan mengambil air di taman
hidup, aku jadi tau bahwa saat itu taman hidup hampir mirip kotakan sawah di
pinggir rumah. Bukan maksudku menyamakan taman surga dengan sawah, tapi itu apa
adanya. Mungkin karna efek hujan yang membuat becek ada dimana-mana. Meski
penampakan itu super nyata, hal itu sama sekali nggak ngurangin jumlah
temen-temen pendaki yang ngantri buat foto di gubuk legenda taman hidup. Aku
pengen, tapi ntar aja katanya kalau balik lagi kesini dan udah bagus aja,
hehehe.
aku nggak berani bohong hahah
Taman hidup adalah saksi bisu
kami yang keliatan sangat kelaparan ketika kami melewati jalan setapak yang di
pinggir-pinggirnya banyak tenda dengan mas-mas yang lagi masak-masakan. Sengaja
emang kami nggak makan untuk melanjutkan perjalanan kami. Setelah pemandangan
tersebut berlalu, kini hutan dingin, adem, seger dan sepi kembali menyapa kami.
Kalau di lihat diatlas namanya adalah ‘Hutan Lumut’, coba dicari hahah. Nggak
sampai setengah perjalanan kami berhenti untuk ambil air, aku nggak tau kenapa
waktu itu meski airnya bau tetep kami minum :D mungkin biar kuat, aku lupa.
Sekitar jam 12an kami sampai di
Dataran Tinggi Hyang, istirahatlah kami, karna kami tau bahwa kaki ini ada
untuk membantu kami berjalan dan karna itu mereka harus istirahat untuk tetap
membantu kami.
minta dipisah karna banyak...
(nanjaknya 5-8 Mei, nulisnya hari ini)
Komentar
Posting Komentar