Sebuah Lagu Dan Denting Gitar Yang Aku Dengar

 Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan dia sejak aku melihatnya lewat di depan kelas. Kini dia berada tepat di depanku, bahkan sedang menyanyikan sebuah lagu dengan suaranya yang begitu khas. Ingatan ini masih melekat keras di langit-langit otakku. Pernah aku mencoba untuk melepaskannya, tetapi tetap tidak bisa. Aku berdiri disini, setelah lama menunggu di stasiun, berlari di jalan beraspal yang panjang, dan beribu usaha lainnya. Hanya untuk mendengar lagi lagu yang selalu dia nyanyikan, untuk melihat seperti apa sekarang dia. Lima tahun lalu, di tempat ini aku memulai semuanya. Mengawali pagi dengan melihat senyumnya, Berjalan pulang sekolah tepat di belakangnya. Melihat semua aktifitasnya di sekolah, dan entah yang lainnya lagi.
          Lima tahun lalu aku mengawali hariku dengan melihat hujan gerimis di depan rumah. Melihat ke arah jalanan, jalanan masih sepi dan basah. Aku menyusuri jalan setapak menuju ke sekolah bersama dengan mentari yang akan menampakkan diri. Hari itu adalah hari baru dimana aku memasuki sekolahku. Aku duduk di bangku SMA. Hujan gerimis tiba-tiba berubah menjadi hujan lebat. Saat aku berhenti sejenak untuk menunggu lampu hijau berlalu, tiba-tiba tepat di depan pandanganku ada seorang anak kecil di seberang jalan yang tidak punya kaki sedang hujan-hujanan sambil ngamen. Bagaimana hatiku tidak trenyuh melihatnya. Aku semakin tak sabar melihat lampu hijau yang tak kunjung berlalu juga. Hingga pada akhirnya aku melihat seseorang yang berdiri di sampingnya, membantunya menggenjreng gitar dengan gitar yang di bawanya sendiri di tengah hujan dan bernyanyi. Lagu yang di nyanyikannya sangat mendamaikan hati. Beberapa orang memberinya uang. Aku trenyuh lagi. Sedih dan senang bercampur menjadi satu, sedih lantaran aku tidak bisa menolongnya dan senang lantaran ada yang berniat dan mau menolongnya selain aku di tengah guyuran hujan dan udara pagi yang dingin.
          Aku menyebrang setelah mereka berdua berlalu dari tempat itu. Saat itu aku penasaran dengan siapa penolongnya. Seorang dengan bawahan sragam SMA dan jaket hitam yang bertopi dan menutupi mukanya. Aku melanjutkan perjalananku ke sekolah dan sepanjang perjalanan aku berharap besok di tempat yang sama aku bisa menemui mereka berdua lagi. Gerbang sekolah memecah lamunanku dan harapanku tentang besok. Aku mulai memasuki gerbang sekolah dan berharap ada satu orang yang aku kenal untuk aku ajak pergi bersama menuju kelas. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang seraya mengajakku berbicara.
“Hai, apa kamu tahu kelas ini?” dia bertanya.
“ah, aku tahu. Berjalan lurus saja dan ketika kamu menemui kamar mandi kamu belok kanan dan akan sampai” begitulah sekiranya jawabku.
“baiklah terimakasih” dia berbicara sambil berlalu.
Di fikiranku terbersit suatu pertanyaan, hujan begini kenapa tidak membawa payung dan malah memilh untuk hujan-hujanan. Tapi aku tidak perlu peduli tentangnya karena aku tidak mengenalnya. Mungkin dia adalah siswa baru di sekolah ini.
          Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi setelah otakku telah panas di gempur pelajaran sedari tadi. Ini saat yang di tunggu-tunggu aku dan juga semua murid di sekolah. Aku berjalan keluar ruangan kelas sampai pada akhirnya aku menemui bunyi-bunyian yang mirip seperti apa yang aku dengar di seberang lampu merah tadi pagi. Dan kali ini aku mendengarnya di sekolah. Apakah penolong tadi pagi itu bersekolah di sini. Fikiranku mulai berputar dan mencari sumber suara itu. Sayangnya hingga suara itu behenti aku tidak menemukan sumbernya. Aku berjalan pulang dengan langkah lesu. Seperti telah melakukan hal yang sia-sia. Sepanjang jalan pulang aku bernyanyi dan bernyanyi hingga aku sampai di lampu merah tadi. Rasa penasaran muncul lagi. Banyak anak ngamen yang aku lihat. Tetapi dia yang cacat fisik yang kulihat tadi pagi, belum tampak di depan penglihatanku. Aku mengusaikan fokus pandanganku pada mereka dan menyebrang.
          Hari ini hari kedua sejak aku mulai memainkan fikiranku tentang pandanganku kemarin pagi. Aku berangkat sekolah lebih awal dari sebelumnya. Niatan memang dari hati. Kalau bukan karena ingin melihat sang penolong dengan hati baik itu karena apa lagi. Jalan raya masih sepi. Aku merasa terlalu kepagian untuk hari ini. Aku menyeberang dan menunggu di tempat dimana anak kecil yang kemarin itu duduk dan ngamen. Menunggu dan menunggu sampai aku merasa sangat mengantuk. Lama dari itu semua, aku melihat tubuh mungil yang di gandeng seseorang. Yah, itulah anak yang ingin aku temui, ingin aku bantu, dan ingin sekali aku tanyai. Dia duduk tepat di sampingku dan seseorang itu meninggalkannya. Aku memandangnya dan dia seolah tak peduli akan pandanganku. Dia memainkan dan mengecek bunyi gitarnya. Aku terus memandanginya sampai pada akhirnya dia berbicara. “kakak tidak sekolah?”, pandanganku buyar, Aku ingat sekolah yang seharusnya adalah tujuanku dari awal. “nyanyikan satu lagu dan aku akan berangkat” pintaku padanya. Tanpa basa basi dia mulai menyanyi dan memainkan senar gitarnya. Aku memberinya tepuk tangan kecil dan sedikit uang kemudian berlalu dengan hati senang. Senang rasanya bisa membantunya meskipun itu tidak banyak.
          Aku memasuki kelas dengan hati riang. Sampai pada bel istirahat berbunyi pun aku tetap merasa hati ini bahagia sekali. Aku berjalan menuju kantin, bernyanyi dan sedikit lari kecil. Dan betapa aku kaget setelah memandang seseorang dengan jaket yang sama, dengan gitar yang sama, dan dengan lagu yang sama seperti apa yang aku temui kemarin pagi. Aku memandangnya, dan aku berlalu seketika dia memandangku kembali. Aku melarikan diri. Sekarang aku tahu siapa dirinya. Ternyata dia adalah orang yang sama dengan orang yang aku temui di depan gerbang depan sekolah dan bertanya tentang kelas dengan kondisinya yang basah kuyup. Dia mungkin orang baru.
          Rasa penasaranku kembali hadir. Setelah bel pulang berbunyi aku cepat-cepat mengemasi barangku dan keluar lebih awal, berharap akan menemui bunyi lagu itu lagi. Dan benar, di tempat yang sama aku dengar bunyi lagu itu. Aku cari lagi sumbernya, dan akhirnya ketemu. Sumber itu berasal dari ruang band. Kurasa dia seangkatan denganku, sama-sama masih kelas 1 SMA. Aku menunggu sampai lagu itu berahkir dari luar ruangan. Dan seusai lagu itu benar-benar berakhir aku pergi pulang. Berupaya dan mengingat ngingat suara yang ku dengar barusan. Sepertinya aku menyukai lagu yang dia nyanyikan. Mungkin karna lagu itu membawa kenangan dan mengantar ingatanku dimana hatinya yang baik itu rela hujan-hujanan demi orang lain. Setelah di rumah aku bertekad ingin belajar bermain gitar. Untunglah di rumah ada gitar bekas ayah yang sudah tidak di pakai. Aku mencoba belajar sendiri. Sampai pegal dan rasa emosi mulai datang aku tetap belum bisa juga. Tetapi sore itu aku tidak menyerah. Aku sampai lupa mandi karna serius memainkan senar gitar.
          Kesokan harinya di sekolah, aktifitasku masih tetap sama hingga bel pulang sekolah berbunyi, aku akan pergi ke ruang band itu lagi. Untuk hanya mendengar suara denting gitarnya agar aku bisa mengulangnya dan belajar kunci-kunci gitar sesuai bunyi itu di rumah. Lagu kali ini berbeda dari sebelumnya dan aku mulai bingung mendengarkan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi pulang. Ketika aku sudah berada dekat dengan persimpangan menuju lampu merah aku tiba-tiba melihatnya keluar dari warung dengan tertawa riang bersama anak-anak kecil yang lusuh dan kumuh. Mereka berjalan di depanku dan aku berjalan di belakang mereka. Di dalam hatiku aku terus bertanya-tanya, bukankah tadi dia sedang berada di ruang band dan menggenjreng gitarnya, dan kenapa dia berada di sini sekarang. Aku terus berfikir hingga dia hanya tinggal sendiri dan tetap berjalan di depanku. Kemana gerangan anak-anak tadi, kenapa aku terus saja melamun tanpa memperhatikan mereka.
          Aku sampai di lampu merah dan berpisah dengan dia. Kembali sampai di rumah, ku paksa tangan ini memetik senar gitar. Sampai akhirnya malam di hari itu dengan di temani sepiring pisang goreng yang masih hangat dan secangkir teh akhirnya aku bisa memainkan satu lagu dari kumpulan buku musik yang aku beli di toko buku. Aku sangat bahagia, tidaklah sia-sia usahaku. Selama ini aku hanya suka mendengarkan musik tanpa sekali-kali mencobanya. Dan malam ini aku bisa memainkan gitar dan satu buah lagu, meskipun tidaklah selancar dia si penolong. Rasa senang yang aku ungkapkan dengan loncat-loncat ternyata mengundang kedua orang tuaku datang dan melihatku. Aku jadi malu sendiri. Aku pun menutup aktifitas hari ini dengan bahagia. Untuk selanjutnya aku selalu berangkat ke sekolah dengan rasa ceria dalam hati. Tetapi tetap aku tidak pernah mengenal sosok penolong itu. Aku ingin sekali belajar gitar darinya.
          Siang itu aku lihat dia lewat depan kelasku, sambil tersenyum pada seseorang yang di kenalnya. Bola mataku terus mengawasinya sampai akhirnya dia hilang di telan tembok, dia berlalu. Aku kembali meneruskan aktifitasku di kelas. Setiap kali pulang sekolah, aku selalu menyempatkan diri mendengarkan setiap lagu yang di nyanyikan di ruang band sekolah. Karena itu aku mengerti, ternyata dia membawakan lagu dan memakai ruang band itu hanya di hari jum’at dan sabtu. Lain dari hari itu ada siswa lain yang menggunakannya. Aku bagai detektif saja terus-terusan seperti menguping sesuatu dari luar ruangan band. Padahal aku hanya ingin belajar gitar dan lagu itu. Akhirnya muncul satu ideku. Esoknya aku bawa gitar ke sekolah. Semua teman di kelasku heran kenapa aku yang setiap hari jadi anak pendiam, tiba-tiba sekarang muncul dengan membawa gitar. Aku tidak pedulikan mereka. Aku meninggalkan tatapan-tatapan mereka dan berjalan menuju bangkuku. Ketika istirahat aku coba menggenjreng lagu yang aku bisa. Dan beberapa menit kemudian, gerombolan cowok di kelas datang menghampiriku dan ingin meminjam gitarku. Niatku sebenarnya ingin belajar gitar. Tetapi mereka adalah temanku, jadi aku pinjamkan saja gitarku kemudian.
          Jam pulang sekolah kemudian datang. Aku berlari membawa gitar menuju ruang band. Serasa asing di sana. Sepi dan tidak ada orang satupun. Padahal hari itu adalah hari sabtu. Aku mencari-cari, menengok kesana-kemari, tetap tidak ada yang muncul. Akhirnya aku kecewa. Aku pulang dan sesampainya di rumah aku pun berusaha sendiri menemukan kunci-kunci gitar dari lagu yang dia nyanyikan. Sampai aku naik kelas dan duduk di kelas 2 SMA, aku tetap belajar gitar secara otodidak, tanpa guru. Tetapi aku sudah lancar kali itu. Aku jadi sangat tergila-gila pada gitar. Tiada hari tanpa dentingan gitar yang aku dengar dan aku coba mainkan. Bahkan hal ini yang membuat aku menjadi akrab dengan kawan-kawanku di kelas. Karena awalnya aku adalah seorang yang pendiam tanpa teman. Aku sering belajar bersama kawanku yang sudah mahir. Sampai pada akhirnya aku di ajak bermain band di acara perpisahan murid kelas 3. Aku sangat mau, dan aku bahagia.
          Hari dimana aku akan tampil bersama bandku, aku kembali melihat dia. Tampaknya dia juga akan mengisi acara dengan lagu dan gitarnya. Hari itu rasa deg-degan bercampur menjadi satu dengan rasa grogi. Ini adalah kali pertama aku seperti ini. Mencoba menonjol di sekolah. Setelah aku dan bandku selesai tampil, semua rasa itu hilang dan terganti rasa bangga dan bahagia. Aku menunggu dia yang mungkin akan tampil. Dan usahaku tidak sia-sia kali ini. Aku kembali hanyut terbawa lagunya menuju kenangan di lampu merah di tengah hujan deras yang lalu. Seusai lagu itu berhenti, ku tatap tajam raut mukanya. Dia selalu tersenyum. Dan aku berjanji esok akan belajar darinya.
          Waktu terus berjalan dan berlalu. Aku juga begitu, semakin berubah seiring waktu. Hanya dengan dentingan gitar aku sekarang sudah sangat terkenal di sekolah. Tahun ini adalah tahun terakhir yang aku jalani di sekolah. Kenangan akan segera hilang setelah aku lulus dari sini. Aku juga tidak pernah mewujudkan harapanku untuk belajar gitar kepada dia. Bahkan untuk tahu namanya pun aku tidak pernah ingat. Tahun itu aku sangat di sibukkan dengan banyak ujian. Bahkan aktifitas setiap hariku untuk menggenjreng gitarku pun sudah fakum. Aku tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Aku hanya memikirkan kelulusan dan masa depanku. Ketika pengumuman kelulusan sudah di pasang, aku sangat bahagia dan bersyukur aku lulus. Tapi aku malah semakin berfikir, aku akan kemana setelah ini. Lama setelah hari itu, tawaran untuk bekerja di stasiun radio mendatangi aku. Aku mau-mau saja asal kerja kerasku yang halal itu di bayar dengan setimpal. Stasiun radio sangat jauh dari rumah, jadi kedua orang tuaku menganggap aku akan merantau.
          Kembali hingga saat ini, aku masih tetap bekerja di stasiun radio. Karna aku juga suka mendengarkan musik, Aku jadi menikmati pekerjaanku ini. Terkadang ada juga yang minta di bawakan lagu dengan dentingan gitar lagsung olehku. Aku melakukannya, dan dengan cara itu aku tidak pernah kehilangan kemampuanku untuk bermain gitar. Hari ini aku mendengar kabar bahwa akan di adakan reuni SMA seangkatanku. Aku jadi mengingat sosok dia lagi. Mungkin saja aku bisa mendengar lagu indah itu muncul lagi dari genjrengan gitarnya. Aku pulang menuju rumah. Sebelumnya aku harus naik kereta untuk pulang. Aku menunggu lama sekali di stasiun kereta sampai aku takut aku tidak akan pernah bisa datang ke reuni itu. Seturunnya dari kereta, aku berlari dan terus berlari. Bayangan dia muncul di mataku ketika aku sampai di lampu merah. Sudah dua tahun yang lalu aku terakhir melewati jalan ini. aku jadi rindu masa-masa itu. Terbersit sedikit pikiran, masihkah anak kecil itu tetap berada di sini, menggenjreng gitarnya?. Aku melanjutkan lariku. Dan akhirnya persis seperti hari di mana aku baru mengenal sosok dia, hujan datang dan aku sampai di depan gerbang sekolah. Ramai orang yang sebaya denganku. Aku bertemu kawan-kawan lamaku. Terharu rasanya bisa bertemu dengan mereka kembali. Untung saja acara belum di mulai ketika itu.
           Saat acara mulai di buka, aku melihat sesosok orang yang sepertinya mirip dengan dia.Apakah itu dia? Mungkin benar, karena di tangannya ada sebuah gitar yang tidak pernah asing ku lihat. Dia duduk tepat di hadapanku. Ku amati terus dia. Akhirnya ketika acara lama  di mulai, aku mendengar sebuah nama di panggil. Dia yang duduk didepanku lantas berdiri, berjalan menuju ke atas panggung, lalu duduk di sebuah kursi. Dia memberikan sambutan lalu bersiap akan menggenjreng gitarnya. Dentingan demi dentingan yang aku dengar membuatku mengingat lagu khas yang selalu dia bawakan. Akhirnya aku mengenalinya, aku maju dan berdiri bersama teman-temanku yang lainnya. Mendengarkan dengan nikmat suaranya. Suara dan denting gitar yang mengantar dan memaksa aku di masa lalu untuk bisa memainkannya juga. Pada akhirnya aku bahagia sekali meskipun tidak pernah berbicara dengan sosok dia. Aku hanya mengenalinya saja. Berharap bisa terus mendengar lagu yang menyeret ingatanku ke masa lalu itu.

-SELESAI-

yak, cukup sekian cerpen fiksi serabutan yang masih gak karu-karuan yang saya ciptain demi tugas sekolah :D

bila ada kesamaan dan kemiripan dalam segala hal mohon maklum karna ini hanya fiktif belaka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sayangi masa depan dengan Prive Uri-Cran

Suka Duka Dan Petualangan

JANGAN BERHENTI! REVOLUSIMU BELUM BERHENTI!